Begini Pengelolaan Limbah Domestik pada Daerah Rawan Banjir

Limbah domestik atau limbah rumah tangga sanggup dibedakan berdasarkan bentuknya, menjadi limbah domestik cair dan limbah domestik padat.

Limbah domestik cair merupakan limbah rumah tangga yang menghasilkan residu berwujud cairan dengan menggunakan Flow Meter Air Limbah.

Beberapa diantaranya yaitu, limbah kotoran atau tinja, limbah masak, limbah area cuci dan limbah kamar mandi (Siddiq dkk, 2017).

Limbah domestik cair terdiri dari limbah organik dan limbah anorganik. Limbah kotoran atau tinja termasuk didalam limbah organik. Sedangkan limbah anorganik didalam bentuk cair, kebanyakan di dominasi oleh cairan kimia, seperti limbah air sabun, limbah detergen, dan lain-lain.

Limbah cair domestik secara lazim bakal mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Selain itu, limbah cair domestik bakal lebih gampang mencemari lingkungan, terhadap area rawan banjir.

Salah satu area rawan banjir yang wajib diperhatikan, yaitu terhadap kawasan rawa.  Kawasan rawa punyai suasana tanah yang selalu jemu air.

 Jenis air selanjutnya adalah air tawar, air payau ataupun air asin. Kawasan ini termasuk berada terhadap suasana peralihan, baik daratan dan laut atau daratan dan sungai atau danau (Subagyo didalam Putri, 2017).

Kawasan rawa sanggup memunculkan permasalahan sanitasi lingkungan. Sanitasi sendiri merupakan bentuk bisnis menuju kesegaran penduduk yang menitikberatkan terhadap pengawasan terhadap berbagai segi lingkungan.

 Bentuk sanitasi dasar yang wajib dipenuhi meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah (tempat sampah) dan pembuangan air limbah (SPAL) (Azwar, 1995).

Sanitasi yang rendah terhadap kawasan rawa dan rawan banjir, tidak benar satunya terdapat di Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Daerah selanjutnya punyai cakupan akses sistem penyaluran air limbah (SPAL) 37,23% (sangat rendah). Selain itu, lokasi pelayanan kebersihan terhadap persampahan cuma 13,21% termasuk punyai nilai sangat rendah. Hal selanjutnya memicu terjadinya penurunan didalam mutu kesegaran penduduk terlebih ketika bencana banjir (BPBD Kab.Bandung, 2017).

Permasalahan limbah yang ada terhadap area rawan banjir kawasan rawa menjadi persoalan yang nyata-nyata terlebih terhadap limbah kotoran manusia (tinja). Sistem pengolahan limbah di Kawasan selanjutnya berbeda dengan area permukiman terhadap umumnya. Tujuannya agar banjir tidak masuk ke didalam lubang kloset, lubang di lantai, lubang pengecekan ataupun outlet sistem pengolahan limbah. Tujuan lainnya adalah dibutuhkan pencegahan agar tidak terjadi peluapan air. Hal lain yang tidak kalah perlu yaitu hindari masuknya air ke didalam sistem pengolahan limbah yang sanggup mencemari lingkungan (Harvey, et.al., 2002).

Dibutuhkan sistem pengelolaan limbah yang cocok dengan karakteristik area rawan banjir kawasan rawa. Sistem pengolahan wajib perhitungkan kepadatan penduduk, keberadaan toilet, sistem pengairan, ketersediaan lahan dan suasana air tanah. Berdasarkan hal tersebut, beberapa sistem dikembangkan untuk mengakomodir segi konstruksi, operasional, pemeliharaan, manajemen, dan karakteristik daerahnya.

Beberapa sistem pengolahan limbah yang cocok dengan area rawan banjir kawasan rawa adalah tangki septik, anaerobic baffled reactor, Tripikon-S dan T-pikon H. Tangki septik merupakan area kedap air dari beton, fiberglass, PVC atau plastik untuk menaruh dan mengolah limbah domestik. Sedangkan anaerobic baffled reactor atau (ABR) merupakan pengembangan dari tangka septik yang pakai satu seri penyekat atau buffle yang menyesuaikan aliran limbah. Tripikon-S pakai tiga pipa PVC dengan ukuran dan faedah yang berbeda beda. Sedangkan T-pikon H pakai dua potongan pipa yang difungsikan untuk pengendap (Putri, 2017).

Sistem pengolahan limbah selanjutnya sanggup dicermati dari kebutuhannya terhadap bentuk rumah yang ada di area rawan banjir kawasan rawa. Sistem pengolahan limbah domestik dengan tangki septik tidak sanggup diaplikasikan untuk bentuk rumah di darat. Sedangkan pengolahan ABR memerlukan modifikasi untuk sanggup diterapkan terhadap bentuk rumah di darat. Oleh karena itu, Tripkon-S dan T-pikon-H yang sanggup diaplikasikan terhadap area rawan banjir kawasan rawa dengan bentuk rumah di darat.